Memobilisasi Batin

Bagian yg tak bisa teraba dengan tangan, serasa kosong dalam pandangan namun selalu saja menjadi bagian yg paling sensitif, sehingga berkuasa atas ego manusia. kita lebih mengenalnya mata batin, ya...sering kali ego ku mengalahkannya, merampas hak asasinya, menjadikannya seolah tiada, mengurungnya dalam-dalam, sehingga batin ku semakin sering tersiksa, semakin sering didholimi, sehingga aku semakin mencongkak, mengedepankan aku dari sekmen lapisan diriku yang sekategori dengan dia.

ku pura-pura sehat, padahal jiwa ku terikat tanpa haknya, ku memolesi wajahku saja, padahal polesan itu menjdikan aku topeng yg tak bermata, tertutup gelap, pengap, usang dan akhirnya mata batin ku pun harus dioperasi. aku bingung, kaget, serasa pipi ku tertampar parutan yg kasar. Klaim dokter untuk segera menjalani operasi organ kebatinan, tiba-tiba membuat ku pingsan seketika.

Dokter tak banyak kata, sepertinya kedaan ku telah sekarat, kata dokter sudah stadium 4.

operasi telah dimulai, segala macam alat kedokteran telah disiapkan, namun betapa kagetnya sang dokter saat melakukan pembedahan dan hendak mengangkat mata batin agar diganti dengan yang lain, ternyata para komponen dari setiap sekmen lapisan dalam diri ku, mereka mencoba menghadang jalannya operasi, mereka serempak menahan ancaman dari luar, dengan kecanggihan yang terampil, mereka berhasil menggagalkan operasi dalam diri ku, karena bagaimana pun sang mata batin tetap bisa melihat tajam meski tersakiti, mereka tak rela kehilangan satu-satunya mata yang paling berharga, sejak itu mereka selalu rukun dalam memobilisasi diriku hingga mata ku pun tersadar--AkiRa--

0 comments:

Rules

No peeking

No copying